Kisah Nyata Mati Suri
Mbah Ngadio, seorang kakek renta berusia 67 tahun tetangga desa saya, tak pernah membayangkan sebelumnya untuk mampu mengalami sesuatu yang tak mampu dirasakan semua orang. Dia terpilih di antara sekian juta orang untuk mengalami fenomena mati suri dalam hidupnya. Kisah aktual mati suri yang ia alami itu terjadi sekitar 2 tahun lalu, ketika saya masih duduk di kelas 3 SMA.Pagi itu, ibarat pagi yang biasa bagi mbah Ngadio. Setelah bangkit tidur dan minum kopi, ia mandi untuk menyegarkan kembali tubuhnya yang sudah renta itu. Ia kini memang tengah menikmati masa pensiun setelah usia mudanya dihabiskan menjadi seorang guru sekolah dasar di kampung saya.
Mbah Ngadio hidup di rumah kecil bersama anak perempuannya yang masih gadis. Ragil dari 8 bersaudara itu memang ditugasi untuk mengurusi bapaknya, sementara kakak-kakaknya bekerja mencari nafkah di Magelang.
Selepas ba’da dzuhur, tak diduga sebelumnya, Mbah Ngadio tiba-tiba ditemukan sudah tidak bernafas lagi. Di ruang tengah kawasan ia biasa menghabiskan waktu sehari-hari, ia diketahui sudah meninggal dunia. Mbak Minah, anak gadisnya itulah yang menemukannya.
Singkat cerita, rumah Mbah Ngadio telah ramai dikunjungi para pelayat. Mbah Ngadio memang orang yang ramah dan supel. Semua orang menyukainya. Ia juga dikenal sangat murah hati dan sering menolong orang yang kesusahan. Semua orang merasa kehilangannya, sehingga wajar kalau isak tangis menyertai prosesi pemandian jenazahnya.
Semua orang yang hadir melayat mbah ngadio tak pernah menduga sebelumnya kalau pada hari itu, mereka akan menjadi saksi kebesaran Alloh. Menjadi saksi dari kisah aktual mati suri yang tak semua orang mampu mengalaminya.
Jenazah Mbah Ngadio usai dikafani dan disholat. Anak-anaknya dari kota pun sudah kumpul semua. Kini tiba waktunya untuk mengantarkan ia ke rumah terakhirnya. Liang kubur yang sunyi dan gelap.
Iring-iringan pelayat yang tak henti mengumandangkan tahlil mengantar kepergian Mbah Ngadio. Perjalanan dari rumah sedih ke areal pemakaman sekitar 20 menit. Pemanggul mayat berganti-gantian. Sawuran beras dan uang logam juga terus berulang, ibarat layaknya prosesi pemakaman pada umumnya.
Tiba-tiba, pelayat terhenyak. Dari dalam keranda terdengar bunyi batuk dan kain penutup keranda itu ibarat ada yang menarik dari dalam. Mbah Ngadio bangkit dan hidup kembali. Semua orang terhenyak lari tunggang langgang ketakutan melihat mayat hidup di atas keranda.
“Aa....a.a.....aaaa..a!”
Jenazah Mbah Ngadio terbangun. Semua pelayat berhamburan. Kabur ketakutan alasannya melihat mayat hidup di dalam keranda. Mayat Mbah Ngadio hidup kembali. Ya... Hidup kembali.
Pak Ustadz desa yang ada di barisan depan pun tercengang. Ditanyanya mbah ngadio yang masih mengenakan busana pocong itu dengan penuh kegaguan.
“Assalammualaikum Mbah?” tanya Pak Ustadz.
“Wa alaikumsalam pak Ustadz. Kenapa saya ada disini dan menggunakan pakaian semacam ini?” jawab Mbah Ngadio dengan rasa heran yang terperinci tergambar dari raut wajahnya.
“Siapa namamu?” sergah pak Ustadz ingin memastikan bahwa yang berbicara itu benar-benar Mbah Ngadio, bukan jin atau sebangsanya.
“Pak Ustadz, ini Si Mbah, Mbah Ngadio. Kenapa bertanya begitu?” jawab Mbah Ngadio.
“Subhanalloh!! Saudara-saudara, inilah bukti kekuasaan Alloh. Kita telah menyaksikan fenomena yang luar biasa. Mbah Ngadio telah mengalami mati suri.” Pak Ustadz melantangkan suaranya.
Seketika itu, para pelayat yang tadi lari terbirit-birit kembali berkumpul ke akrab keranda, menyaksikan Mbah Ngadio yang mengalami kisah aktual mati suri. Semua orang berdecak kagum seraya mengucap tasbih. Subhanalloh. Sungguh Engkau Maha Kuasa Ya Rabb.
Mbah Ngadio kemudian kembali ke rumah dibonceng motor. Sementara itu, para pelayat yang masih penasaran, menyusulnya kembali ke rumah duka. Mereka ingin mengetahui apa yang dialami oleh Mbah Ngadio selama 4 jam terakhir mengalami mati suri.
Mbah Ngadio melepaskan 3 lapis kain kafan ditubuhnya dan kembali mengenakan pakaiannya ibarat biasa. Orang-orang berkumpul dan ketika itu juga mbah ngadio menceritakan apa yang dia alami.
“Mbah tadi tidur dan bermimpi. Dalam mimpi itu, mbah bertemu dengan seorang pria tinggi besar. Ia mengaku berjulukan Rozaq. Ia mengajak simbah ke Makkah untuk melaksanakan sholat Dzuhur bersama. Kemudian mbah diajak ke sebuah lembah di padang pasir yang luas oleh dia. Mbah galau dan laki-laki tadi juga tampak kebingungan. Tiba-tiba mbah disuruh pulang lagi, katanya ini masih belum waktunya. Mbah sempat heran dengan kata-kata yang dia ucapkan, sebelum karenanya mbah terbangun dan sudah ada di dalam keranda.” Papar Mbah Ngadio sambil terbata-bata.
“Ini ialah fenomena mati suri Mbah. Mbah telah mengalami sebuah fenomena yang tidak semua orang mampu mengalaminya. Kemungkinan, laki-laki yang mengajak simbah tadi ialah malaikat maut mbah. Saya kira Alloh masih memberi kesempatan untuk Simbah melaksanakan sesuatu yang diingin simbah di dunia ini.” Seru pak ustadz.
“Entahlah, yang jelas, mbah merasa ini hanya mimpi. Mbah tadi ibarat hanya tidur dan tak tahu kalau jantung simbah sudah tidak berdetak lagi ibarat tanda-tanda kematian yang diceritakan oleh orang-orang. Mbah memang selalu berdoa biar diberi kesempatan untuk dapat menyaksikan pernikahan Si Minah setiap habis sholat tahajud dan sholat fardlu. Mbah merasa senang sekali, Alloh telah mengabulkan doa simbah.” Tutur Mbah Ngadio seraya menitikan air mata.
Para pelayat hening, tertunduk, dan merasa aib atas apa yang dialami Mbah Ngadio. Doa seorang laki-laki renta renta itu telah diijabah oleh-Nya. Mereka bubar, dan sejak ketika itupun masjid yang biasanya sepi, sampai sekarang selalu penuh sesak terutama ketika sholat Maghrib dan Subuh.
Nah, itulah kisah aktual mati suri yang terjadi di kampung saya. Mbah Ngadio hidup kembali untuk mengajarkan banyak hal kepada semua masyarakat di kampung saya. Sangat menakjubkan. Semoga kisah aktual mati suri ini mampu memperlihatkan efek positif bagi kita semua, sehingga kita mampu mengambil pelajaran yang baik darinya. Semoga bermanfaat.
No Comment to " Sejarah Islam: Kisah Nyata Mati Suri di Kampung Saya "